JAKARTA--Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengapresiasi terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, dan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas terkait ketentuan seragam di lingkungan sekolah.
Sekjen FSGI, Heru Purnomo mengatakan secara substansi, SKB 3 Menteri ini sudah tepat. Namun, dari pantauan lapangan oleh jaringan FSGI di berbagai daerah, ternyata SKB 3 Menteri menimbulkan misinformasi di kalangan peserta didik, pendidik dan orang tua peserta didik.
”Jangan sampai SKB ini hanya sebagai tindakan reaktif pemerintah untuk meredam gejolak yang muncul tanpa kajian dan tindak lanjut tanpa penyelesaian tindakan intoleran di sekolah”ujar Heru Purnomo dalam keterangan tertulis yang diterima Warta.co.id, di Jakarta, Minggu (7/2/2021)..
Menurut Heru, peristiwa di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat, yang menjadi latar belakang penerbitan SKB 3 Menteri bukan satu - satunya tindakan intoleran dalam hal penggunaan seragam sekolah.
FSGI mencatat setidaknya ada 10 kasus intoleran yang muncul kepermukaan pada periode 2014 - 2021 antara lain di Denpasar, Maumere, Manokwari, Rokan Hulu, Banyuwangi, Gunung Kidul dan Sragen, Jawa Tengah.
Kasus tersebut bervariasi mulai dari mewajibkan pemakaian jilbab hingga pelarangan jilbab dan pakaian panjang siswi yang beragama Islam.
Dalam SKB 3 Menteri ditentukan juga bahwa sekolah dan daerah diberikan waktu dalam 30 hari ke depan untuk mencabut aturannya yang melarang atau mewajibkan seragam sekolah dengan atau tanpa kekhasan agama tertentu. FSGI menilai batasan waktu 30 hari terlalu terburu-buru dan hal itu sulit dilakukan mengingat SKB belum tersosialisasi dengan baik, terlebih saat ini masih memakai sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).
"Bagaimana kontrol pemerintah dalam 30 hari ke depan. Sementara sistem pengawasan dan siapa yang melakukan pengawasan belum di atur dalam SKB 3 Menteri tersebut, ” ujar Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti.
Wasekjen FSGI, Mansur menambahkan catatan soal sanksi. "Pada SKB juga tidak jelas disebutkan sanksi yang akan diberikan itu berdasarkan aturan yang mana, " tuturnya.
Ia mencontohkan sanksi untuk kepala sekolah maupun guru. "Apakah berkaitan dengan PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS, atau Permendikbud Nomor 6 Tahun 2018 tentang Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, atau UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Harus ada kejelasan, ” kata Mansur.
Untuk itu, FSGI memberikan sejumlah rekomendasi. Pertama, sosialisasi SKB 3 Menteri harus dilakukan secara masif, minimal selama satu tahun atau setidaknya sampai dengan PJJ selesai.
Kedua, pelibatan peran tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam sosialisasi SKB karena pro kontra terkait SKB ini telah berubah menjadi pertentangan dan perdebatan antar agama bukan hanya sekedar urusan seragam sekolah.
Ketiga, Kemendikbud diminta memastikan bahwa guru, siswa dan pegawai sekolah yang memilih tidak menggunakan seragam khas keagamaan tertentu mendapat perlindungan dari tindakan diskriminasi dalam lingkungan sekolah maupun dalam proses belajar mengajar.
Keempat, FSGI mendorong siswa, guru, pegawai sekolah dan orang tua agar berani melaporkan tindakan intoleran dalam penggunaan seragam sekolah.
Kelima, perlu dilakukan revisi terhadap SKB 3 Menteri terkait dengan batas waktu pencabutan aturan tertulis penggunaan seragam sekolah yang intoleran dan sanksi yang akan diberikan. "Setidaknya ada aturan tambahan yang memperjelas batas waktu pencabutan aturan tersebut dan sanksi yang akan diberikan kepada kepala sekolah dan guru".(hy)